BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
sebagai salah satu makhluk hidup. Dikatakan makhluk hidup karena manusia
memiliki ciri-ciri: dapat bernafas, berkembang biak, tumbuh, beradaptasi,
memerlukan makan, dan mengeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap
kegiatan yang di lakukan oleh tubuh dikarenakan peranan masing-masing organ tersebut.
Membuang
urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus
dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap
manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan seperti retensi urine,
inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine, konstipasi,
diare dan kembung. Selain berbagai macam yang telah disebutkan diatas akan
menimbulkan dampak pada sistem organ lainnya seperti: sistem pencernaan,
ekskresi, diare dll.
Diare
terjadi karena adanya iritasi pada selaput dinding usus besar atau kolon. Feses
penderita diare berbentuk encer. Penyebabnya adalah penderita memakan makanan
yang mengandung bakteri atau kuman. Akibatnya gerakan peristaltik dalam usus
tidak terkontrol. Sehingga, laju makanan meningkat dan usus tidak dapat
menyerap air. Namun, apabila feses yang dikeluarkan bercampur dengan darah dan
nanah, kemudian perut terasa mulas, gejala tersebut menunjuk pada penyakit
desentri. Dampak diare Dehidrasi Berat, Kehilangan cairan 8 - 10 % , Dehidrasi
Sedang, Kehilangan cairan 5 – 8 % , Dehidrasi ringan, Kehilangan cairan 2 – 5
persen.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Apa
definisi kebutuhan eliminasi alvi ?
2. Apa saja
sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi ?
3. Apa saja
masalah-masalah pada kebutuhan eliminasi alvi ?
4. Bagaimana
proses defekasi ?
5. Apa
faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi ?
6. Bagaimana
proses keperawatan pada masalah-masalah kebutuhan eliminasi alvi ?
C.
Tujuan Makalah
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan eliminasi alvi.
2.
Untuk
mengetahui sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi.
3.
Untuk mengetahui apa saja
masalah-masalah pada kebutuhan eliminasi alvi.
4.
Untuk
mengetahui bagaimana proses defekasi.
5.
Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi.
6. Untuk
mengetahui
bagaimana proses keperawatan pada masalah-masalah kebutuhan eliminasi alvi.
D.
Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan.
1.
Penulis,
sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang
eliminasi alvi.
2.
Pembaca,
sebagai media informasi tentang eliminasi alvi.
E.
Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif melalui metode ini penulis akan
menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan konprehensif. Data
teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Pustaka
Menurut
kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,
penyingkiran, penyisihan dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses
pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses),
pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi
dalam bentuk bowel (feses). Organ-organ yang berperan dalam pembuangan
eleminasai bowel adalah Saluran Gastrointestinal yang dimulai dari mulut
sampai anus.
B.
Pembahasan Materi
1.
Pengertian
Eliminasi Alvi
Eliminasi alvi adalah suatu
tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat
atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Manusia
dapat melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam
beberapa hari. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya
beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali-kali dalam satu hari,
biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak
benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar.
Pengertian eliminasi alvi menurut beberapa ahli:
1.
A. Aziz (2008)
Eliminasi alvi (buang air besar) merupakan proses
pengosongan usus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk buang air
besar yang terletak di medulla dan sumsum tulang belakang.
2.
Tarwoto dan Wartonah (2004)
Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa
metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
2.
Sistem tubuh yang berperan dalam sistem
eliminasi alvi
1. Usus Halus
Usus
halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
diantara lambung dan usus besar. Bagian-bagian dari usus halus yaitu; duodenum
(usus dua belas jari), jejunum (usus kosong), ileum (usus penyerapan).
2.
Duodenum (usus dua belas jari)
Usus dua
belas jari adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong dengan panjang antara 25-38 cm. Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus.
3.
Jejunum (usus kosong)
Usus
kosong adalah bagian kedua dari usus halus, diantara usus dua belas jari dan
usus penyerapan. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
4. Ileum
(usus penyerapan)
Usus
penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia ini memiliki panjang sekitar 2-4 meter dan terletak setelah duodenum
dan jejunum dan dilanjutkan oleh usus buntu.
5. Usus
Besar
Usus
besar adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini
adalah menyerap air dan feses. Bagian-bagian dari usus besar yaitu; kolon,
rektum, dan anus.
6. Kolon
Kolon
adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
7. Rektum
Rektum
adalah organ terakhir dari usus besar. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan feses sementara.
8. Anus
Anus atau dubur adalah sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan luar
tubuh.
3.
Masalah-masalah pada kebutuhan
eliminasi alvi
1. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala,
bukan penyakit, yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran
faeces yang sulit’ keras dan mengedan. BAB keras dapat menyebabkan nyeri
rectum. Kondisi ini terjadi karena faces berada di intestinal lebih lama,
sehingga banyak air diserap. Frekuensi BAB masing-masing orang berbeda. Jika
kurang dari 2 kali BAB setiap minggu, maka perlu pengkajian. Penyebab
terjadinya konstipasi adalah:
a.
Kebiasaan defekasi yang tidak
teratur
b.
Klien memproduksi diet rendah
serat dalam bentuk lemak hewan
c.
Tirah baring yang panjang atau
kurangnya olahraga
d.
Pemakaian laksatif yang berat
e.
Obat penenang, opiate,
antikolinergik, zat besi yang menyebabkan konstipasi
f.
Pada lansia mengalami perlambatan
peristaltic
g.
Konstipasi juga disebabkan oleh
kelainan saluran GI
h. Kondisi neurologis yang menghambat impuls saraf ke kolon
i. Penyakit organic, seperti hipokalsemia
2. Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi
yang tidak berakhir sehingga, tumpukan faces yang keras di rectum tidak
dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan faces sampai pada kolon sigmoid.
Impaksi adalah kumpulan feses yang
mengeras dan mengendap di rectum dan tidak dapat dikeluarkan. Impaksi feses
diakibatkan doleh konstipasi yang tidak diatasi. Klien yang mengalami
kebingumgan, kelemahan, atau tidak sadar berisiko mengalami impaksi. Apabila feses
diare keluar secara mendadak dan continue dicurigai berisiko impaksi.
Kehilangan nafsu makan (anoreksia), distensi, dank ram abdomen serta nyeri di
rectum dapat menyertai kondisi impaksi.
Penyebab: pasien dalam keadaan lemah,
bingung, tidak sadar, konstipasi berulang, pemeriksaan yang dapat menimbulkan
konstipasi. Tanda: tidak BAB, anoreksia, kembung/kram, nyeri rectum. Pengkajian
dengan meraba rectum dengan hati-hati, dan harus dengan “standing order” dari
dokter, karena dapat menimbulkan reflek vital (menurunkan denyut nadi) dan
perform (terutama pada orang tua dengan tumor di kolom).
3. Diare
Diare merupakan BAB sering dengan
cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan
kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolom merupakan fakta tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga
pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB. Pada diare, elektrolit dan kulit
terganggu, terutama pada bayi dan orang tua. Kondisi yang menyebabkan diare,
antara lain :
a.
Stress emosional
b. Infeksi
usus
c. Alergi
makanan
d. Intoleransi
makanan
e. Selang
pemberian makanan
f. Obat-obat
zat besi dan antibiotic
g. Laksatif
(jangka pendek)
h. Perubahan
melalui pembedahan gastrektomi
i. Reseksi
kolon
4.
Inkontinensia fecal
Inkontinensia
fecal adalah suatu keadaan di mana tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari
anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi
spinter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter
anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental klien sadar akan kebutuhan
Bab tidak sadar secara fisik. Pakaian klien basah, menyebabkan ia menjadi
terisolasi. Kebutuhan dasar klien tergantung pada perawat. Klien dengan
gangguan mental dan sensori tidak sadar ia telah BAB. Perawat harus mengerti
dan sabar meskipun berulang-ulang kali membereskannya. Seperti diare,
inkontinensia bisa menyebabkan kerusakan kulit. Jadi perawat harus sering
memeriksa perineum dan anus, apakah kering dan bersih
5.
Flatulens
Flatulens yaitu menumpuknya gas pada
lumen intestinal, dinding usus meregang dan distendend, merasa penuh, nyeri dan
kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Tapi jika
berlebihan yaitu kasus penggunaan penenang anastesi umum, operasi abdominal,
dan immobilisasi gas pendek. Gas menumpuk menyebabkan diafragma terdorong ke
atas sehingga ekspansi paru terganggu.
Hal-hal yang menyebabkan peningkatan
gas di usus ada: pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas meta
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. dan makanan perhasil gas seperti
bawang dan kembang kol.
6.
Hemoroid
Hemoroid yaitu dilatasi, pembengkakan
vena pada dinding rectum (bisa internal dan eksternal). Hal ini terjadi pada
defekasi yang keras, kehamilan, gagal dengan mudah jika dinding pembuluh darah
teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa panas dan
rasa gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh klien, karena selama BAB
menimbulkan nyeri. Akibat lanjutannya adalah konstipasi.
4.
Proses defekasi
Defekasi merupakan proses
pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat yang
menguasai reflex untuk defekasi, yang terletak di medulla dan sumsum tulang
belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian dalam
akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk
buang air besar, kemudian sphincter anus bagian luar yang diawasi oleh sistem
saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi
berbagai otot lain membantu proses itu, seperti otot dinding perut, diafragma,
dan otot – otot dasar pelvis.
Secara umum, terdapat dua macam
refleks yang membantu proses defekasi, yaitu refleks defekasi intrinsik dan
refleks defekasi parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari adanya
zat sisa makanan (feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi kemudian
flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai
di anus. Lalu pada saat sphincter internal relaksasi, maka terjadilah proses
defekasi. Sedangkan, refleks defekasi parasintetis dimulai dari adanya proses
dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke
kolon desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik
dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter internal, maka terjadilah proses
defekasi saat sphincter internal berelaksasi. Feses terdiri atas sisa makanan
seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat makanan lain yang seluruhnya
tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus,
pigmen empedu dan usus kecil.
5.
Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi
1. Usia
Setiap
tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda. Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia
lanjut kontrol defekasi menurun.
2. Diet
Diet
pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.
Makanan yang berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang
masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
3. Asupan
Cairan
Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat
defekasi menjadi keras. Oleh karena itu, proses absorpsi air yang kurang
menyebabkan kesulitan proses defekasi. Intake cairan yang berkurang akan
menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorbsi cairan yang
meningkat.
4. Aktivitas
Aktivitas
dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot abdomen,
pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi.
5. Pengobatan
Pengobatan
juga dapat mempengaruhi proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau antasida yang
terlalu sering.
6. Kebiasaan
atau Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses
defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat
atau terbiasa melakukan buang air besar di tempat bersih atau toilet, jika
seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan mengalami
kesulitan dalam proses defekasi.
7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses
defekasi, biasanya penyakit – penyakit tersebut berhubungan langsung dengan
sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
8. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau
keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomy.
9. Kerusakan
Sensoris dan Motoris
Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat
mempengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan
stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.
10. Fisiologis
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan
peristaltic, sehingga menyebabkan diare.
11. Prosedur
diagnostic
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic
biasanya dipuaskan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang air
besar kecuali setelah makan.
12. Anestesi
dan pembedahan
Anestesi unium dapat menghalangi impuls
parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini
dapat berlangsung 24-48 jam.
13. Posisi
selama defekasi
Posisi jongkok merupakan posisis yang normal saat
melakukan defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini,
sehingga memungkinkan individu untuk duduk tegak kearah depan, mengeluarkan
tekanan intra abdomen dan mengeluarkan kontraksi otot-otot pahanya.
6. Proses Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan
Eliminasi Alvi
1.
Pengkajian.
a. Pola defekasi dan keluhan
selama defekasi.
b. Keadaan feses,
c. Faktor yang memengaruhi
eliminasi alvi.
d. Pemeriksaan fisik.
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi berhubugan dengan : penurunan respons berdefekasi, defek
persyarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera medulla spinalis, dan
CVA.
b. Konstipasi kolonik berhubunga dengan :
penurunan laju metabolisme akibat hipotiroidime atau hipertiroidisme.
c.
Konstipasi dirasakan berhubungan degan : penilaian salah akibat penyimpangan
susunan syaraf pusat, depresi, kelainan obsesif kompulsif dan kurangnya
informasi akibat keyakinan budaya.
d. Diare berhubugan dengan : peningkatan
peristaltik akibat peningkatan metabolisme stres psikologis.
e.
Ikontinensia usus berhubungan dengan : gagguan sfigter rectal akibat cedera
rectum atau tindakan pembedahan,distensi rectum akibat konstipasi kronis.
f. Kurangnya volume berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan (diare).
3. Perencanaan
atau intervesi keperawatan.
Tujuan :
a. Memahami arti eliminasi secara
normal.
b. Mempertahankan asupa
makanan dan minuman cukup.
c. Membantu latihan secara
teratur.
d. Mempertahankan kebiasaan
defekasi secara teratur .
e. Mempertahankan defekasi
secara normal.
f. Mencegah gagguan
integritas kulit.
Rencana Tindakan :
a. Kaji perubahan faktor
yang memengaruhi masalah eliminasi alvi.
b. Kurangi
faktor yang memengaruhi terjadinya masalah seperti :
1) Konstipasi secara umum :
• Membiasakan
pasien untuk buang air secara teratur, misalnya pergi ke kamar mandi satu jam
setelah makan pagidan tinggal di sana sampai ada keinginan untuk buang air.
• Meningkatkan
asupan cairan dengan banyak minum.
• Diet
yanag seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat.
• Melakukan
latihan fisik, misalya melatih otot perut
• Mengatur
posisi yang baik untuk buang air besar,sebaiknya posisi duduk dengan
lutut melentur agar otot punggung dan perut dapat membantu prosesnya.
• Anjurkan
agar tidak memaksakan diri dalam buang besar.
• Berikan
obat laksantif, misalnya Dulcolax atau jenis obat supositoria.
• Lakukan
enema (huknah).
2) Konstipasi
akibat nyeri :
• Tingkatkan asupan cairan.Diet tinggi serat.
• Tingkatkan latihan setiap hari .
• Berikan pelumas di sekitar anus untuk
mengurangi nyeri.
• Kompres dingin sekitar anus untuk mengurangi
rasa gatal.
• Rendam duduk atau mandi di bak dengan air
hangat (43-46 derajat celcius,selama 15menit) jika nyeri hebat.
• Berikan pelunak feses.Cegah duduk lama
apabila hemoroid, dengan cara berdiri tiap 1 jam kurang lebih 5-10 menit untuk
menurunkan tekanan .
3) Konstipasi
kolonik akibat perubahan gaya hidup.
• Beriksn
stimulus untuk defekasi, seperti mium kopi atau jus.Bantu pasien untuk
menggunakan pispot bila memungkinkan .
• Gunakan
kamar mandi daripada pispot bila memungkinkan.
• Ajarkan
latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan rentang gerak, dan lain-lain.
• Tingkatkan
diet tinggi serat seperti buah dan sayuran.
4) Inkontinensia
Usus.
• Pada
waktu tertentu , setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di bawah pasien.
• Berikan
latihan buang air besar dan anjurkan pasien untuk selalu berusaha latihan.
• Kalau
inkontinensia hebat, diperlukan adanya pakaian dalam yang lembab, supaya pasien
dan sprei tidak begitu kotor.
• Pakai
laken yang dapat dibuang dan menyenangkan untuk dipakai. Untuk mengurangi rasa
malu pasien, perlu didukung semangat pengertian perawatan khusus.
5) Jelaskan
mengenai eliminasi yang normal kepada pasien.
6) Pertahankan
asupan makanan dan minuman.
7) Bantu
defekasi secara manual.
8) Bantu
latihan buang air besar, dengan cara :
• Kaji
pola eliminasi normal dan cacat waktu ketika inkontinensia terjadi.
• Pilih
waktudefekasi untuk mengukur kontrolnya.
• Berikan
obat pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik supositoria setengah jam
sebelum waktu defekasi ditentukan.
• Anjurkan
pasien untuk minum air hangat atau jus buah sebelum waktu defekasi.
• Bantu
pasien ke toilet ( program ini kurang efektif jika pasien menggunakan pispot ).
• Jaga
privasi pasien dan batasi waktu defekasi ( 15-20 menit).
• Intruksikan
pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan untuk menekan perut terus ke bawah
dan jangan mengedan untuk merangsang pengeluaran feses.
• Jangan
dimarahi ketika pasien tidak mampu defesika.
• Anjurkan
makan secara teratur dengan asupan air anserat yangadekuat.
• Pertahankan
latihan secara teratur jika fisik pasien mampu.
4. Tindakan Keperawatan
a.
Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan
Menyiapkan feses untuk bahan
pemeriksaan merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai
bahan pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap dan
pemeriksaan kultur (pembiakan).
b. Memberikan
Huknah Rendah
Memberikan huknah rendah
merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon desensen dengan
menggunakan kanula rekti melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan untuk
mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi
makanan sebagai dampak pasca operasi dan merangsang buang air besar pada pasien
yang mengalami kesulitan buang air besar.
c.
Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan huknah tinggi
merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon asenden dengan
menggunakan kanula usus. Hal tersebut dilakukan untuk mengosongkan usus pada
pasien prabedah untuk prosedur diagnostik.
d. Membantu
Pasien Buang Air Besar dengan Pispot
Membantu pasien buang air besar
dengan pispot ditempat tidur merupakan tindakan bagi pasien yang tidak mampu
buang air besar secara sendiri di kamar mandi.
e. Memberikan
Gliserin
Memberikan gliserin merupakan
tindakan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus dengan menggunakan
spuit gliserin. Hal ini dilakukan untuk merangsang peristaltik usus, sehingga
pasien dapat buang air besar.
f. Mengeluarkan
Feses dengan Jari
Mengeluarkan feses dengan jari merupakan
tindakan memasukkan jari ke dalam rektum pasien untuk mengambil atau
menghancurkan feses sekaligus mengeluarkannya.
5. Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah
kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai dengan adanya kemampuan dalam:
a. Memahami cara eliminasi yang
normal.
b. Mempertahankan
asupan makanan dan minuman cukup yang dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan
dalam merencanakan pola makan,seperti makan dengan tinggi atau rendah serat (
tergantung dari tendensi diare atau konstipasi serta mampu minum 2000-3000 ml).
c. Melakukan
latihan secara teratur ,seperti rentang gerak atau aktivitas lain (jalan, berdiri,
dan lain-lain).
d. Mempertahankan
rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kemampuan pasien dalam mengontrol defekasi
tanpa bantuan obat atau enema,berpartisipasi dalam program latihan secara
teatur.
e. Mempertahankan
nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam kemampuan defekasi, tidak
terjadi bleeding,tidak terjadi inflamasi, dan lain-lain.
f. Mempertahankan
integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya area perianal, tidak
ada inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Eleminasi Alvi adalah pembuangan sisa metabolisme makanan
dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk bowel (feses). Anatomi
fisiologi saluran pencernaan bawah yaitu Usus Halus terdiri atas tiga bagian
(duodenum, jejenum, dan ileum) dan Usus Besar meliputi (sekum, apendiks, kolon (asendens,
tranversus, desendens, sigmoid), rectum, dan anus). Masalah-masalah Eliminasi
Alvi terdiri dari konstipasi, konstipasi kolonik, konstipasi dirasakan, diare,
ikontinensia usus, kembung, hemorrhoid, fecal implaction.
- Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi alvi dalam
kehidupan sehari-hari dan menjaga kebersihan daerah tempat keluarnya alvi.